Perusahaan Listrik
Negara
Perusahaan Listrik
Negara (disingkat PLN) atau nama resminya adalah PT. PLN
(Persero) adalah sebuah BUMN yang mengurusi semua aspek kelistrikan yang
ada di Indonesia.
Sejarah ketenagalistrikan di Indonesia
dimulai pada akhir abad ke-19, ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan
pembangkitan tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik
untuk kepentingan umum dimulai sejak perusahaan swasta Belanda N.V. NIGM memperluas usahanya di bidang
tenaga listrik, yang semula hanya bergerak di bidang gas. Kemudian meluas
dengan berdirinya perusahaan swasta lainnya.
Pelat peringatan tua
di gardu listrik
Masa Kolonial Hindia Belanda
NIEM
Sejarah kelistrikan di Hindia
Belanda dimulai pada tahun 1897 ketika
perusahaan listrik pertama yang bernama Nederlandche Indische Electriciteit Maatschappij (NIEM atau Perusahaan Listrik Hindia
Belanda), yang merupakan perusahaan yang berada di bawah N.V.
Handelsvennootschap yang sebelumnya bernama Maintz & Co. Perusahaan ini
berpusat di Amsterdam, Belanda. Di Batavia,
NIEM membangun PLTU di Gambir di tepi Sungai
Ciliwung. PLTU berkekuatan 3200+3000+1350 kW tersebut
merupakan pembangkit listrik tenaga uap pertama
di Hindia Belanda dan memasok kebutuhan listrik di Batavia dan sekitarnya. Saat
ini PLTU tersebut sudah tidak ada lagi.
NIEM berekspansi ke Surabaya dengan
mendirikan perusahaan gas yang bernama Nederlandsche
Indische Gas Maatschappij (NIGM) hingga
akhir abad XIX.
Pada tahun 1909,
perusahaan ini diberi hak untuk membangun beberapa pembangkit tenaga listrik
berikut sistem distribusinya ke kota-kota besar di Jawa.
ANIEM (1909-1942)
Kantor Pusat NV ANIEM
di Jalan Embong, Surabaya
Di Surabaya, perusahaan gas NIGM (Nederlandsche Indische Gas Maatschappij) pada tanggal 26 April 1909 mendirikan anak
perusahaan Algemeene Nederlandsche
Indische Electriciteit Maatschappij (ANIEM).
Dalam waktu yang tidak berapa lama, ANIEM berkembang menjadi perusahaan listrik
swasta terbesar di Indonesia dan menguasai sekitar 40% dari kebutuhan listrik
di dalam negeri. ANIEM juga melakukan percepatan ekspansi seiring dengan
permintaan listrik yang tinggi. Pada 26 Agustus 1921 perusahaan ini
mendapat konsesi di Banjarmasin yang kontraknya berlaku
hingga 31 Desember
1960.
Pada tahun 1937 pangelolaan
listrik di Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Kalimantan diserahkan
kepada ANIEM.
Sebagai perusahaan yang menguasal
hampir 40% kelistrikan di Indonesia, ANIEM memiliki kinerja yang cukup baik
dalam melayani kebutuhan listrik. Sebagaimana telah disebutkan di atas, ANIEM
memiliki wilayah pemasaran di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan. Untuk
melayani wilayah pemasaran yang luas ini, ANIEM menerapkan kebijakan
desentralisasi produksi dan pemasaran dengan cara membentuk anak perusahaan.
Dengan demikian maka listrik diproduksi secara sendiri-sendiri di berbagai
wilayah oleh perusahaan yang secara langsung menangani proses produksi
tersebut. Dengan demikian kinerja perusahaan menjadi amat efektif, terutama
dari segi produksi dan pemasaran.
Beberapa perusahaan yang
merupakan bagian dari ANIEM antara lain :
-
NW
ANIEM di Surabaya dengan perusahaan-perusahaan di Banjarmasin, Pontianak,
Singkawang, Banyumas dan Magelang.
-
NV Oost
Java Electriciteits Maatschappij (OJEM) di Surabaya dengan
perusahaan-perusahaannya di Lumajang, Tuban dan Situbondo.
-
NV Solosche
Electriciteits Maatschappij (SEM) di Surabaya dengan
perusahaan-perusahaannya di Solo, Klaten, Sragen, Yogyakarta, Kudus dan Semarang.
-
NV
Electriciteits Maatschappij Banjoemas (EMB) di Surabaya dengan
perusahaan-perusahaannya di Purwokerto,
-
Banyumas, Purbalingga, Sokaraja, Cilacap, Gombong, Kebumen, Wonosobo, Maos, Kroya, Sumpyuh dan Banjarnegara.
-
NV
Electriciteits Maatschappij Rembang (EMR) di Surabaya dengan
perusahaan-perusahaannya di Blora, Cepu, Rembang, Lasem dan Bojonegoro.
-
NV
Electriciteits Maatschappij Sumatra (EMS) di Surabaya dengan
perusahaan-perusahaannya di Bukit Tinggi, Payakumbuh, Padang Panjang dan Sibolga.
-
NV
Electriciteits Maatschappij Bali en Lombok (EBALOM) di Surabaya dengan
perusahaan-perusahaannya di Singaraja, Denpasar, Gianyar, Tabanan, Klungkung, Ampenan, Gorontalo, dan Ternate.
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
18.. - 1906 PLTA PAKAR dan PLTM SALIDO KECIL
Waterkrachtwerk Bengkok aan
de Tjikapoendoeng, Bandung
Secara resmi, kelistrikan
menggunakan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Hindia Belanda
dimulai pada tahun 1906, saat PLTA Pakar dengan sumber air dari Sungai Cikapundung dengan kekuatan
800 KW diresmikan dan
diberi nama Waterkrachtwerk Pakar
aan de Tjikapoendoengnabij Dago di Bandung,
Jawa Barat. Pada tahun 1913, PLTA tersebut mulai dikelola BEM (Bandoengsche
Electriciteits Maatschappij) dan dapat dianggap sebagai salah satu pionir
dalam pembangkitan listrik dengan tenaga air.
Ada sumber lain yg mengatakan
bahwa sebelum PLTA Pakar dibangun, sebuah PLTM (Pembangkit
Listrik Mikro Hidro atau PLTA berskala mikro/kecil)
berkapasitas 330 KW telah dibangun di Gunung Harun,
di daerah yg sekarang termasuk Kanagarian Tambang Kecamatan IV Jurai,
Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera
Barat. Pembangkit listrik yg dinamai PLTM Salido Kecil ini
awalnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di tambang Gunung Harun.
Sayangnya catatan kapan persisnya PLTM ini dibangun tidak ada, hanya
diperkirakan akhir abad XIX saja.
1917 - Waterkraht Bureau
Pada tahun 1917, Biro Tenaga Air (Waterkraht
Bureau) di bawah Jawatan
Perkeretaapian Negara (SS -
Staatspoorwegen) diubah kedudukannya menjadi Jawatan Tenaga Air dan Listrik (Dienst
voor Waterkracht en Electriciteit). Dengan begitu, jawatan tersebut mulai
bergerak dalam pengembangan kelistrikan hingga penggunaan secara ekonomis dari
sumber-sumber tenaga air tersedia.
Jawatan tersebut tak hanya
mengurus pemberian lisensi-lisensi untuk tenaga air dan listrik, tetapi juga
mengawasi pula kesamaan instalasi - instalasi listrik di seluruh Indonesia.
1920 - GEBEO
Pada 1920 didirikan Perusahaan Listrik Umum Bandung sekitarnya
(Gemeenschappelijk Electrisch Bedrif Bandoeng
en Omstreken disingkat GEBEO), dengan modal dari pemerintah dan
swasta. Kemudian, maskapai tersebut mengambil alih PLTA Pakar di Bandung dan
PLTA Cijedil (2x174 KW dan 2x220 KW) di Cianjur.
Selanjutnya bekerjasama dengan perusahaan listrik negara untuk memasok listrik
kepada masyarakat. Direksi bagian swasta dipegang oleh perusahaan swasta NV
Maintz & Co. Pada 1934, Dienst
voor Waterkraht an Electriciteit diubah menjadi Electriciteitswezen (Kelistrikan) singkatnya E.W.
Perusahaan ini membagi 2 wilayah
pengelolaannya:
1. Perusahaan Tenaga Air Negara Dataran Tinggi Bandung (Landswaterkrachtbedijf Bandoeng), yg
terdiri dari 2 sektor:
A. Sektor
Priangan
PLTA-PLTA, yaitu Bengkok (3x1050
KW) dan Dago (1x 700KW) pada 1923 dengan menggunakan sumber air dari Sungai
Cikapundung, selanjutnya Plengan (3x1050 KW, 1923), ditambah 2000 KW (1962) dan
Lamajan dengan kapasitas 2x6400 KW (1924), dan ditambah 6400 KW pada 1933
dengan sumber air Sungai Cisangkuy dan Sungai Cisarua.
Sebagai cadangan air untuk musin
kemarau dibangun situ Cileunca (9,89 Juta M3 air) pada 1922 dan Cipanunjang
(21,8 Juta M3 air) pada 1930. Untuk mencapai jumlah banyaknya air seperti tersebut,
maka bendungan Pulo, Playangan dan Cipanunjang' dipertinggi pada 1940, sedangkan
situ-situnya mendapat tambahan air dari sungai-sungai sekitarnya. Dari PLTA
Plengan dibangun jalur transmisi 30 KV sepanjang 80 Km ke GI-GI Sumadra, Garut dan Singaparna untuk
menghantarkan tenaga listrik ke bagian Priangan
Timur. Selanjutnya dari GI Kiaracondong dibangun
jalur transmisi 30 KV ke GI Rancaekek hingga Sumedang ke
Priangan Utara - Timur dan kemudian hingga PLTA Parakan.
Kini tegangan Sumedang - Parakan sudah menjadi 70 KV.
Dari PLTA Lamajan pada 1928 dibangun jalur
transmisi 30 KV (kemudian 70 KV) ke GI Padalarang, Purwakarta dan Kosambi untuk
daerah Priangan Barat dan pada tahun 1966 dari Kosambi ke
Cawang. Di tahun 1920
dibangun PLTU Dayeuhkolot (2x750
KW) untuk keperluan pemancar radio ke luar negeri, namun pada 1940 dibongkar dan
kemudian menjadi PLTD Dayeuhkolot (2x550 KW). Kini
seluruhnya telah tiada dan bangunan menjadi GI Dayeuhkolot, gudang, dan bengkel
Dayeuhkolot yang sudah ada duluan. Pada 1928 dibangun Central
Electriciteit Laboratorium, disingkat CEL di komplek Sekolah Tinggi
Tinggi (Technische Hooge School) Bandung, yang meliputi pekerjaan testing dan
perbaikan peralatan listrik. Kini CEL telah diserahkan kepada Institut Teknologi Bandung (ITB).
B. Sektor
Cirebon
Berhubungan dengan rencana
pembangunan PLTA Parakan (4x2500KW) pada tahun 1939 didirikan Perusahaan Tenaga
Air Negara Cirebon (Landswaterkrachtbedrijf
Cirebon). Kota Cirebon dan sekitarnya dahulu mendapat energi listrik dari PLTD
Kebonbaru kepunyaan maskapai Gas Hindia Belanda (Nederland Indische Gas
Maatschappij atau NIGM).
2. Perusahaan Tenaga Air Negara Jawa Barat (Landswaterkrachtbedrift West Java)
Perusahaan ini mempunyai PLTA
Ubrug (2x5400 KW) pada tahun 1924 ditambah dengan 1x6300 KW pada tahun lima puluhan
dan PLTA Kracak (2x5500 KW) pada tahun 1929, kemudian ditambah
dengan 1x5500 KW. Kedua PLTA tersebut dengan perantaraan transmisi 70 kV
dihubungkan bersama ke GI di Bogor dan dari sini dihantarkan dengan jaringan transmisi
70 kV ke Jakarta dengan GI-GI Cawang, Meester
Cornelis(Jatinegara), Weltevreden (Gambir),
dan Ancol.
Dari PLTA Ubrug pada 1926
dibangun jalur transmisi 30 KV ke GI Lembursitu sepanjang 16 km untuk Sukabumi dan
sekitarnya. Dari PLTA Kracak pada 1931 dibangun jalur transmisi 30 kV sepanjang
57 km untuk Rangkasbitung dan sekitarnya.
Catatan:
PLTA Pakar dan PLTA Bengkok
di Dago Bandung
masih beroperasi sampai sekarang di bawah pengelolaan PT Indonesia
Power UBP Saguling.
PLTM Salido Kecil sempat mangkrak
pada tahun 1959 akibat
turbinnya diterjang banjir Sungai Salido Kecil, kemudian pada 1978 dikelola PT
Anggrek Mekar Asri sampai sekarang memasok listrik untuk kota Painan dan
sekitarnya.
Masa Pendudukan Jepang (1942 - 1945)
Seandainya sejarah bisa
berandai-andai, tentu bangsa Indonesia akan dilayani oleh sistem kelistrikan
yang amat efektif dari sebuah sistem usaha peninggalan kolonial Belanda.
Sayang, kinerja yang amat baik dari ANIEM harus terputus karena pendudukan
tentara Jepang di Indonesia pada tahun 1942. Sejak pendudukan tentara Jepang,
perusahaan listrik diambil alih oleh pemerintah Jepang. Urusan kelistrikan di
seluruh Jawa kemudian ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Djawa
Denki Djigjo Kosja. Nama tersebut kemudian berubah menjadi Djawa Denki Djigjo
Sja dan menjadi cabang dari Hosjoden Kabusiki Kaisjayang berpusat
di Tokyo.
Djawa Denki Djigjo Sja dibagi menjadi 3 wilayah pengelolaan yaitu Jawa Barat diberi
nama Seibu Djawa Denki Djigjo Sja yang berpusat di Jakarta,
di Jawa Tengah diberi
nama Tjiobu Djawa Denki Djigjo Sja dan berpusat di Semarang,
dan di Jawa Timur diberi nama Tobu Djawa
Denki Djigjo Sja yang berpusat di Surabaya.
Pengelolaan listrik oleh Djawa
Denki Djigjo Sja berlangsung sampai Jepang menyerah kepada Sekutu dan Indonesia merdeka.
Ketika Jepang menyerah kepada Sekutu, para pekerja yang bekerja di Tobu Djawa
Denki Djigjo Sja berinisiatif untuk menduduki lembaga pengelola listrik tersebut
dan mencoba mengambil alih pengelolaan. Untuk menjaga agar listrik tidak
menjadi sumber kekacauan, pada 25 Oktober 1945pemerintah
membentuk Djawatan Listrik dan Gas Bumi yang bertugas untuk mengelola
kelistrikan di Indonesia yang baru saja merdeka. Usaha untuk mengelola
kelistrikan ternyata bukanlah pekerjaan yang mudah, di samping karena status
kepemilikan pembangkit-pembangkit yang belum jelas juga karena minimnya
pengalaman pemerintah dalam bidang kelistrikan. Sebagian besar pembangkit rusak
parah karena salah urus pada masa pendidikan tentara Jepang.
Masa Kemerdekaan Indonesia (1945 - sekarang)
Setelah diproklamirkannya
kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan listrik
yang dikuasai Jepang direbut
oleh pemuda-pemuda Indonesia pada bulan September 1945,
lalu diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia.
Pada tanggal 27 Oktober 1945 dibentuklah
Jawatan Listrik dan Gas oleh Presiden Soekarno.
Waktu itu kapasitas pembangkit tenaga listrik hanyalah
sebesar 157,5 MW.
Peristiwa
-
Tanggal 1 Januari 1961, dibentuk BPU - PLN (Badan Pimpinan
Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas.
-
Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan
dibentuk 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang
mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas.
-
Saat itu kapasitas pembangkit tenaga listrik PLN
sebesar 300 MW.
-
Tahun 1972, Pemerintah Indonesia menetapkan
status Perusahaan Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN).
-
Tahun 1990 melalui
peraturan pemerintah No 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha
ketenagalistrikan.
-
Tahun 1992, pemerintah
memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk
bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik.
-
Tahun 2013, PLN Raih Peringkat 1
Keterbukaan Informasi Publik 2013
-
Tahun 2014, PLN masuk
dalam Fortune Global 500 di urutan 477
perusahaan terbesar dunia.
- Tahun 2015, PLN masuk dalam Fortune Global 500 di urutan 480
perusahaan terbesar dunia.
-
Tahun 2016, PLN masuk Peringkat
46 Besar Dunia Dalam “Getting Electricity”.